Kamis, 27 Agustus 2015

BENCANA ALAM UNTUK SIAPA??? SALAH SIAPA??? Oleh : Achmad Muhlis

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peritiwa fisik seperti erubsi gunung sinabung, letusan gunungkelud, gempa bumi, tanah longsor, banjir dan lain-lain) dan aktivitas manusia, karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan structural, bahkan sampai kematian.
Ketika peristiwa dahsyat yang tidak bisa dinalar dan diduga terjadi, mengundang banyak komentar, baik dari kaum ahli atau awam. Peristiwa tersebut seperti gelombang Tsunami, gempa bumi, banjir bandang, angin puting beliung, maupun letusan gunung merapi  dan lainnya.
Satu pihak beranggapan bahwa peristiwa tersebut adalah merupakan serangkaian gejala alam. Dalam pandangan ini, ada yang menyadari bahwa kejadian luar biasa yang membawa kematian manusia serta kerusakan ekosistem, lingkungan hidup, pencemaran di laut maupun di darat adalah merupakan peristiwa berencana oleh Tuhan sebagai wujud keseimbangan alam (sunnatullah), menurutnya sebagai bentuk teguran atau peringatan Allah kepada manusia, dengan memberi cobaan dan berbagai kesulitan untuk menguji ketakwaan dan kesabaran manusia (Mustofa Bisri, Bencana Alam : Anatara Azab Tuhan dan Gejala Alam?). Sebagaimana pernyataan Al-Qur'an : “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu, berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali imron, 3 : 137). ”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang  kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan. Mereka digoncang (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : Bilakah datangnya pertolongan Allah ? ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah 2 : 214). “Dan sungguh akan kami beri cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah 2 : 155).
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diketahui bahwa bagi seorang mukmin berbagai kesulitan dan kesusahan baik berupa bencana alam ataupun kegelisahan dan kegundahan hati merupakan ujian sebagai sebuah jalan untuk mencapai surga Allah, sehingga setiap bencana alam yang dating tiba-tiba, merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar dan tawakkal kepada-Nya, karena tidak perlu susah payah mencari jalan ke surga, jalan itu didatangkan oleh Allah dihadapannya.
Dipihak lain ada yang menyakini bahwa serangkaian peristiwa bencana lama yang terjadi akhir-akhir ini  adalah wujud  kemarahan dan kemurkaan Allah terhadap manusia, karena kemarahan dan kemurkaan-Nya didatangkan siksa di dunia, (Mustofa Bisri, Bencana Alam : Anatara Azab Tuhan dan Gejala Alam?) baik berupa bencana alam atau persoalan lain yang rumit untuk diselesaikan, seperti : krisis multi dimensi yang berkepanjangan, terindentifikasinya virus yang mematikan, HIV, flu burung dan lain-lain.
Hal ini dibuat sebagai apologi, yang diungkapkan sebagai jalan terakhir untuk menutup sebuah persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia, maka dengan mudahnya persoalan ini dikaitkan dengan kemarahan dan kemurkaan Allah.
Anggapan di atas secara tidak langsung merupakan tindakan yang menyalahkan Tuhan, telebih bila dikaitkan dengan para korban yang dianggap "tidak berdosa", sehingga muncul pertanyaan mengapa Allah tidak menempatkan lokasi bencana alam atau penyakit di daerah "rawan" dengan perbuatan yang bermuatan dosa atau diciptakan untuk orang-orang kafir ?.
Pernyataan tersebut seakan-akan hendak menjustifikasi Allah, bahwa Allah telah berbuat tidak adil dengan menyertakan orang yang tidak berdosa menjadi korban bencana alam, ini berarti manusia telah mengganggu apa yang telah menjadi ketetapan-Nya, serupa dengan apa yang telah dilakukan iblis dalam menolak perintah sujud kepada Adam. Bagi yang beranggapan demikian justru akan semakin jauh dan berputus asa akan rahmat Allah. (Hasyim Muzadi, Sembahlah Tuhan selain Aku : Kajian Pemikiran Islam)
Lebih jauh dari pada itu, peristiwa-peristiwa yang berada di luar dugaan manusia adalah siksaan Allah terhadap orang yang melakukan perbuatan dosa, namun pandangan ini tidak berhenti menyalahkan Allah. (Roeli Lahani Yunus, Renungan Jum'at : Iman, Ilmu, Doa dan Amal Sholeh)
Anggapan ini awalnya berangkat dari Allah kemudian diikuti mencari manusia yang dianggapnya telah berbuat kesalahan (dosa) yang menjadi penyebab dari kemurkaan Allah, sehingga terjadi tindakan mencari-cari kesalahan orang lain dan tanpa disadari dirinya merasa paling benar. Hal ini tidak membawa ke arah yang lebih yang lebih baik, justru bersinggungan dengan sesama manusia, dengan melakukan tindakan ini, seorang pada akhirnya akan berprasangka jelek (su'udz dzan) pada orang lain bahkan menuduh orang lain berbuat jelek, padahal dalam al-Qur'an sudah jelas hal tersebut dilarang sebagaimana tertuang dalam surat al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat Lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12).
Menurut anggapan ini, bahwa Allah  telah murka kepada manusia sehingga menjatuhkan adzab-Nya. Kemurkaan-Nya dipicu oleh sejumlah perbuatan manusia, sebagaimana yang terjadi pada zaman terdahulu seperti kaum Nuh yang dibinasakan dengan banjir, kaum 'ad  yang digoncang badai dan lainnya. Hal ini disampai al-Qur'an sebagaimana berikut : “Belum datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan menbawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya mereka sendiri”. (QS. At-Taubah : 70).

Lalu benarkah Allah murka? Kemurkaan Allah tidak dapat dilukiskan secara tepat sebagaimana kemurkaan manusia, dia lebih bersifat antropomof, yakni usaha manusia memberikan kepada Allah sifat-sifat yang ada pada manusia baik jasmani maupun perasaan, sehingga kemurkaan Allah lebih ditafsirkan secara analogis sebagai yang menunjukkan jarak yang tak terjembatani antara kesucian Ilahi dengan dosa manusia.
Secara etimologi bahwa kemurkaan terbentuk dari kata dasar "murka" artinya sangat marah, sedangkan marah perasaan atau merasa sangat tidak senang dan panas yang disebabkan dihina atau diberlakukan kurang baik. Term murka memiliki kualitas amarah yang lebih besar walaupun keduanya disebabkan oleh hal yang sama, yakni penghinaan dan diperlakukan kurang baik atau pantas.
Dengan keterbatasan manusia untuk mengetahui tentang kemurkaan Allah,  dan hanya bisa sebatas analogi (antropomof), dalam  hukum manusia perihal penghinaan secara legal formal sudah diatur dalam hukum positif yaitu pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 3 sampai 4 bulan penjara.
Bisakah gambaran hukum manusia mewakili gambaran hukum Allah yang mana Allah memiliki "hukum" dan "pengadilan" sendiri, karena Dia adalah Maha Bijaksana dan Maha Adil, Apakah tidak berakibat muncul persepsi bahwa Allah juga butuh dihormati, dijaga privasi-Nya dan lain-lain. Bila demikian, maka Allah membutuhkan manusia, padahal Dia tidak sedikitpun membutuhkan yang lain karena Dia Maha Sempurna, sebagaimana termaktub dalm surat al-Ikhlas ayat 2.
Manusia tidak akan pernah bisa mencari esensi Allah, karena dia akan justru tenggelam dalam kehampaan yang tak terbatas, olehnya seorang filosof besar seperti Ibnu Arabi biasanya menukil hadits Nabi yang menyatakan : "pikirkanlah tentang makhluq Allah tapi jangan pernah sekali-kali berpikir tentang dzat Allah".
Bagaimana pandangan al-Qur'an berkenaan dengan kemurkaan Allah, karena al-Qur'an adalah Firman Allah, ada pesan dari-Nya untuk semua umat di dunia, sehingga muatan al-Qur'an menjadi penting untuk diambil, terlebih umat Islam dalam menanggapi berbagai hal, antara lain yang berkenaan  dengan kemurkaan Allah.
Melihat pentingnya mengetahui wawasan al-Qur'an berkenaan dengan kemurkaan Allah, menurut M. Quraish Shihab : "berbicara mengenai wawasan al-Qur'an tidak akan sempurna, bahkan boleh jadi keliru, jika pandangan hanya tertuju kepada satu satu dua ayat yang berbicara menyangkut hal tersebut". Maka dirasa perlu untuk dilakukan kajian seputar kemurkaan Allah dalam pandangan al-Qur'an..wallahu a’lam bis shawab.

1 komentar:

  1. The King Casino - Herzaman in the Aztec City
    The King Casino herzamanindir.com/ in Aztec City is the place where you worrione can find nba매니아 and play for real, real money. Enjoy a memorable worrione stay febcasino.com at this one-of-a-kind casino

    BalasHapus