Bencana
alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peritiwa fisik
seperti erubsi gunung sinabung, letusan gunungkelud, gempa bumi, tanah longsor,
banjir dan lain-lain) dan aktivitas manusia, karena ketidak berdayaan manusia,
akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian
dalam bidang keuangan dan structural, bahkan sampai kematian.
Ketika
peristiwa dahsyat yang tidak bisa dinalar dan diduga terjadi, mengundang banyak
komentar, baik dari kaum ahli atau awam. Peristiwa tersebut seperti gelombang
Tsunami, gempa bumi, banjir bandang, angin puting beliung, maupun letusan
gunung merapi dan lainnya.
Satu
pihak beranggapan bahwa peristiwa tersebut adalah merupakan serangkaian gejala
alam. Dalam pandangan ini, ada yang menyadari bahwa kejadian luar biasa yang
membawa kematian manusia serta kerusakan ekosistem, lingkungan hidup,
pencemaran di laut maupun di darat adalah merupakan peristiwa berencana oleh
Tuhan sebagai wujud keseimbangan alam (sunnatullah), menurutnya sebagai
bentuk teguran atau peringatan Allah kepada manusia, dengan memberi cobaan dan
berbagai kesulitan untuk menguji ketakwaan dan kesabaran manusia (Mustofa
Bisri, Bencana Alam : Anatara Azab Tuhan dan Gejala Alam?). Sebagaimana
pernyataan Al-Qur'an : “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah
Allah. Karena itu, berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali imron, 3 : 137). ”Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan.
Mereka digoncang (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya : Bilakah datangnya pertolongan Allah ?
ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah 2 :
214). “Dan sungguh akan kami beri cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Baqarah 2 : 155).
Dari
ayat-ayat tersebut di atas dapat diketahui bahwa bagi seorang mukmin berbagai
kesulitan dan kesusahan baik berupa bencana alam ataupun kegelisahan dan
kegundahan hati merupakan ujian sebagai sebuah jalan untuk mencapai surga
Allah, sehingga setiap bencana alam yang dating tiba-tiba, merupakan kabar
gembira bagi orang-orang yang sabar dan tawakkal kepada-Nya, karena tidak perlu
susah payah mencari jalan ke surga, jalan itu didatangkan oleh Allah
dihadapannya.
Dipihak
lain ada yang menyakini bahwa serangkaian peristiwa bencana lama yang terjadi
akhir-akhir ini adalah wujud kemarahan dan kemurkaan Allah terhadap
manusia, karena kemarahan dan kemurkaan-Nya didatangkan siksa di dunia,
(Mustofa Bisri, Bencana Alam : Anatara Azab Tuhan dan Gejala Alam?) baik
berupa bencana alam atau persoalan lain yang rumit untuk diselesaikan, seperti
: krisis multi dimensi yang berkepanjangan, terindentifikasinya virus yang
mematikan, HIV, flu burung dan lain-lain.
Hal
ini dibuat sebagai apologi, yang diungkapkan sebagai jalan terakhir untuk
menutup sebuah persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia, maka dengan
mudahnya persoalan ini dikaitkan dengan kemarahan dan kemurkaan Allah.
Anggapan
di atas secara tidak langsung merupakan tindakan yang menyalahkan Tuhan,
telebih bila dikaitkan dengan para korban yang dianggap "tidak
berdosa", sehingga muncul pertanyaan mengapa Allah tidak menempatkan
lokasi bencana alam atau penyakit di daerah "rawan" dengan perbuatan
yang bermuatan dosa atau diciptakan untuk orang-orang kafir ?.
Pernyataan
tersebut seakan-akan hendak menjustifikasi Allah, bahwa Allah telah berbuat
tidak adil dengan menyertakan orang yang tidak berdosa menjadi korban bencana
alam, ini berarti manusia telah mengganggu apa yang telah menjadi
ketetapan-Nya, serupa dengan apa yang telah dilakukan iblis dalam menolak
perintah sujud kepada Adam. Bagi yang beranggapan demikian justru akan semakin
jauh dan berputus asa akan rahmat Allah. (Hasyim Muzadi, Sembahlah Tuhan
selain Aku : Kajian Pemikiran Islam)
Lebih
jauh dari pada itu, peristiwa-peristiwa yang berada di luar dugaan manusia
adalah siksaan Allah terhadap orang yang melakukan perbuatan dosa, namun
pandangan ini tidak berhenti menyalahkan Allah. (Roeli Lahani Yunus, Renungan
Jum'at : Iman, Ilmu, Doa dan Amal Sholeh)
Anggapan
ini awalnya berangkat dari Allah kemudian diikuti mencari manusia yang
dianggapnya telah berbuat kesalahan (dosa) yang menjadi penyebab dari kemurkaan
Allah, sehingga terjadi tindakan mencari-cari kesalahan orang lain dan tanpa
disadari dirinya merasa paling benar. Hal ini tidak membawa ke arah yang lebih
yang lebih baik, justru bersinggungan dengan sesama manusia, dengan melakukan
tindakan ini, seorang pada akhirnya akan berprasangka jelek (su'udz dzan)
pada orang lain bahkan menuduh orang lain berbuat jelek, padahal dalam
al-Qur'an sudah jelas hal tersebut dilarang sebagaimana tertuang dalam surat
al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat Lagi
Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12).
Menurut
anggapan ini, bahwa Allah telah murka
kepada manusia sehingga menjatuhkan adzab-Nya. Kemurkaan-Nya dipicu oleh
sejumlah perbuatan manusia, sebagaimana yang terjadi pada zaman terdahulu
seperti kaum Nuh yang dibinasakan dengan banjir, kaum 'ad yang digoncang badai dan lainnya. Hal ini
disampai al-Qur'an sebagaimana berikut : “Belum datang kepada mereka berita
penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud,
kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah.
Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan menbawa keterangan yang nyata;
maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya mereka sendiri”. (QS. At-Taubah : 70).
Lalu
benarkah Allah murka? Kemurkaan Allah tidak dapat dilukiskan secara tepat
sebagaimana kemurkaan manusia, dia lebih bersifat antropomof, yakni
usaha manusia memberikan kepada Allah sifat-sifat yang ada pada manusia baik
jasmani maupun perasaan, sehingga kemurkaan Allah lebih ditafsirkan secara
analogis sebagai yang menunjukkan jarak yang tak terjembatani antara kesucian
Ilahi dengan dosa manusia.
Secara
etimologi bahwa kemurkaan terbentuk dari kata dasar "murka" artinya
sangat marah, sedangkan marah perasaan atau merasa sangat tidak senang dan
panas yang disebabkan dihina atau diberlakukan kurang baik. Term murka memiliki
kualitas amarah yang lebih besar walaupun keduanya disebabkan oleh hal yang
sama, yakni penghinaan dan diperlakukan kurang baik atau pantas.
Dengan
keterbatasan manusia untuk mengetahui tentang kemurkaan Allah, dan hanya bisa sebatas analogi (antropomof),
dalam hukum manusia perihal penghinaan
secara legal formal sudah diatur dalam hukum positif yaitu pasal 310 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 3 sampai 4 bulan
penjara.
Bisakah
gambaran hukum manusia mewakili gambaran hukum Allah yang mana Allah memiliki
"hukum" dan "pengadilan" sendiri, karena Dia adalah Maha
Bijaksana dan Maha Adil, Apakah tidak berakibat muncul persepsi bahwa Allah
juga butuh dihormati, dijaga privasi-Nya dan lain-lain. Bila demikian, maka
Allah membutuhkan manusia, padahal Dia tidak sedikitpun membutuhkan yang lain
karena Dia Maha Sempurna, sebagaimana termaktub dalm surat al-Ikhlas ayat 2.
Manusia
tidak akan pernah bisa mencari esensi Allah, karena dia akan justru tenggelam
dalam kehampaan yang tak terbatas, olehnya seorang filosof besar seperti Ibnu
Arabi biasanya menukil hadits Nabi yang menyatakan : "pikirkanlah tentang
makhluq Allah tapi jangan pernah sekali-kali berpikir tentang dzat Allah".
Bagaimana
pandangan al-Qur'an berkenaan dengan kemurkaan Allah, karena al-Qur'an adalah
Firman Allah, ada pesan dari-Nya untuk semua umat di dunia, sehingga muatan
al-Qur'an menjadi penting untuk diambil, terlebih umat Islam dalam menanggapi
berbagai hal, antara lain yang berkenaan
dengan kemurkaan Allah.
Melihat pentingnya
mengetahui wawasan al-Qur'an berkenaan dengan kemurkaan Allah, menurut M.
Quraish Shihab : "berbicara mengenai wawasan al-Qur'an tidak akan
sempurna, bahkan boleh jadi keliru, jika pandangan hanya tertuju kepada satu
satu dua ayat yang berbicara menyangkut hal tersebut". Maka dirasa perlu
untuk dilakukan kajian seputar kemurkaan Allah dalam pandangan al-Qur'an..wallahu
a’lam bis shawab.
The King Casino - Herzaman in the Aztec City
BalasHapusThe King Casino herzamanindir.com/ in Aztec City is the place where you worrione can find nba매니아 and play for real, real money. Enjoy a memorable worrione stay febcasino.com at this one-of-a-kind casino